Definisi,
Jenis, dan Proses Konflik
Konflik adalah perjuangan yang
dilakukan secara sadar dan langsung antara individu dan atau kelompok untuk
tujuan yang sama. Menurut Kilmann & Thomas (dalam Luthans, 1983 : 366) yang
dimaksud dengan konflik adalah : “ Suatu kondisi ketidakcocokan obyektif antara
nilai-nilai atau tujuan-tujuan, seperti perilaku yang secara sengaja mengganggu
upaya pencapaian tujuan, dan secara emosional mengandung suasana permusuhan
Menurut Mc.Namara (2007) ,Konflik seringkali
diperlukan untuk :
1. Membantu untuk memunculkan dan mengarahkan
masalah.
2. Memacu kerja menjadi isu yang sangat diminati.
3. Membantu orang menjadi “lebih nyata”, dan
mendorongnya untuk berpartisipasi.
4. Membantu orang belajar bagaimana mengakui dan memperoleh
manfaat dari adanya perbedaan.
Menurut Mc.Namara (2007) , konflik akan menjadi
masalah apabila :
1. Menghambat produktivitas.
2. Menurunkan moralitas.
3. Menyebabkan konflik lain dan berkelanjutan.
4. Menyebabkan perilaku yang tidak menyenangkan
Terdapat berbagai macam jenis
konflik, tergantung pada dasar yang digunakan untuk membuat klasifikasi. Ada
yang membagi konflik berdasarkan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya, ada
yang membagi konflik dilihat dari fungsi dan ada juga yang membagi konflik
dilihat dari posisi seseorang dalam suatu organisasi.
a. Konflik Dilihat dari Posisi Seseorang dalam
Struktur Organisasi
Jenis konflik ini disebut juga konflik intra
keorganisasian. Dilihat dari posisi seseorang dalam struktur organisasi,
Winardi membagi konflik menjadi empat macam. Keempat jenis konflik tersebut
adalah sebagai berikut :
* Konflik vertikal, yaitu konflik yang terjadi
antara karyawan yang memiliki kedudukan yang tidak sama dalam organisasi.
Misalnya, antara atasan dan bawahan.
* Konflik horizontal, yaitu konflik yang terjandi
antara mereka yang memiliki kedudukan yang sama atau setingkat dalam
organisasi. Misalnya, konflik antar karyawan, atau antar departemen yang
setingkat.
* Konflik garis-staf, yaitu konflik yang terjadi
antara karyawan lini yang biasanya memegang posisi komando, dengan pejabat staf
yang biasanya berfungsi sebagai penasehat dalam organisasi.
* Konflik peranan, yaitu konflik yang terjadi
karena seseorang mengemban lebih dari satu peran yang saling bertentangan.
b. Konflik Dilihat dari Pihak yang Terlibat di
Dalamnya
Berdasarkan pihak-pihak yang terlibat di dalam
konflik, Stoner membagi konflik menjadi lima macam , yaitu:
* Konflik dalam diri individu (conflict within the
individual). Konflik ini terjadi jika seseorang harus memilih tujuan yang
saling bertentangan, atau karena tuntutan tugas yang melebihi batas
kemampuannya. Termasuk dalam konflik individual ini, menurut Altman, adalah
frustasi, konflik tujuan dan konflik peranan .
* Konflik antar-individu (conflict between
individuals). Terjadi karena perbedaan kepribadian antara individu yang satu
dengan individu yang lain.
* Konflik antara individu dan kelompok (conflict
between individuals and groups). Terjadi jika individu gagal menyesuaikan diri
dengan norma-norma kelompok tempat ia bekerja.
* Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama
(conflict among groups in the same organization). Konflik ini terjadi karena
masing-masing kelompok memiliki tujuan yang berbeda dan masing-masing berupaya
untuk mencapainya. Masalah ini terjadi karena pada saat kelompok-kelompok makin
terikat dengan tujuan atau norma mereka sendiri, mereka makin kompetitif satu
sama lain dan berusaha mengacau aktivitas pesaing mereka, dan karenanya hal ini
mempengaruhi organisasi secara keseluruhan.
* Konflik antar organisasi (conflict among
organizations). Konflik ini terjadi jika tindakan yang dilakukan oleh
organisasi menimbulkan dampak negatif bagi organisasi lainnya. Misalnya, dalam
perebutan sumberdaya yang sama.
c. Konflik Dilihat dari Fungsi
Dilihat dari fungsi, Robbins membagi konflik
menjadi dua macam, yaitu:
* konflik fungsional (Functional Conflict), konflik
fungsional adalah konflik yang mendukung pencapaian tujuan kelompok, dan
memperbaiki kinerja kelompok.
* konflik disfungsional (Dysfunctional Conflict),
konflik disfungsional adalah konflik yang merintangi pencapaian tujuan
kelompok.
Menurut Robbins, batas yang menentukan apakah suatu
konflik fungsional atau disfungsional sering tidak tegas (kabur). Suatu konflik
mungkin fungsional bagi suatu kelompok, tetapi tidak fungsional bagi kelompok
yang lain. Begitu pula, konflik dapat fungsional pada waktu tertentu, tetapi
tidak fungsional di waktu yang lain. Kriteria yang membedakan apakah suatu
konflik fungsional atau disfungsional adalah dampak konflik tersebut terhadap
kinerja kelompok, bukan pada kinerja individu. Jika konflik tersebut dapat
meningkatkan kinerja kelompok, walaupun kurang memuaskan bagi individu, maka
konflik tersebut dikatakan fungsional. Demikian sebaliknya, jika konflik
tersebut hanya memuaskan individu saja, tetapi menurunkan kinerja kelompok maka
konflik tersebut disfungsional .
Menurut Robbins (2008), proses
konflik dapat dipahami sebagai sebuah proses yang terdiri atas lima tahapan:
potensi pertentangan atau ketidakselarasan, kognisi dan personalisasi, maksud,
perilaku, dan akibat.
TAHAP I : POTENSI PERTENTANGAN DAN KETIDAKSELARASAN
Tahap pertama adalah munculnya
kondisi yang member peluang terciptanya konflik. Kondisi-kondisi tersebut juga
bisa dianggap sebagai sebab atau sumber konflik. Kategori umumnya antara lain :
- Komunikasi
- Strukur
- variabel-variabel pribadi
TAHAP II : KOGNISI DAN PERSONALISASI
Tahap ini penting karena dalam
tahap inilah biasanya isu-isu konflik didefinisikan. Pada tahap ini pula para
pihak memutuskan konflik itu tentang apa.
Konflik yang dipersepsi adalah kesadaran oleh satu
atau lebih pihak akan adanya kondisi-kondisi yang menciptakan peluang munculnya
konflik.
Konflik yang dirasakan adalah keterlibatan dalam
sebuah konflik yang menciptakan kecemasan, ketegangan, frustasi atau rasa
bermusuhan.
TAHAP III : MAKSUD
Maksud adalah keputusan untuk
bertindak dengan cara tertentu. Banyak konflik semakin rumit karena salah satu
pihak salah dalam memahami maksud pihak lain. Di sisi lain, biasanya ada
perbedaan yang besar antara maksud dan perilaku, sehingga perilaku tidak selalu
mencerminkan secara akurat maksud seseorang.
TAHAP IV : PERILAKU
Pada tahap inilah konflik mulai
terlihat jelas. Tahap perilaku ini meliputi pernyataan, aksi, dan reaksi yang
dibuat oleh pihak-pihak yang berkonflik. Perilaku konflik ini biasanya
merupakan upaya untuk menyampaikan maksud dari masing-masing pihak.
TAHAP V : AKIBAT
Jalinan aksi-reaksi antara
pihak-pihak yang berkonflik menghasilkan konsekuensi. Konsekuensi atau akibat
ini bisa saja bersifat fungsional atau disfungsional. Dikatakan bersifat
fungsional ketika konflik tersebut justru menghasilkan perbaikan kinerja
kelompok, sedangkan disfungsional adalah ketika konflik tersebut menjadi
penghambat kinerja kelompok.
DAFTAR PUSTAKA
Handoko, T. H.
(2001), Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. BPFE, Yogjakarta.
Hasibuan. M.
(2001), Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara Jakarta, Jakarta.
Husein Umar,
2000, Business: An Introduction, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Robbins.
(2006). Organizational Behaviour. Tenth Edition. Edisi Bahasa Indonesia. PT.
Indeks
Kelompok Gramedia, Jakarta.
Suyanto,
M. (2007) Strategic Management Global Most Admired Companies. Yogyakarta:
Andi Offset
Tidak ada komentar:
Posting Komentar