EMPOWERMENT STRES DAN KONFLIK
A.
Definisi Empowerment
Empowerment (pemberdayaan) didefinisikan sebagai suatu kelompok atau kapasitas
individu untuk membuat pilihan yang efektif, yaitu, untuk membuat pilihan dan
kemudian mengubah pilihan-pilihan dalam tindakan yang diinginkan dan hasil
(Alsop et al, 2006:10). Pemberdayaan melibatkan perubahan kualitatif.
Pengukuran numerik yang tepat dari jenis yang digunakan untuk menangkap
perubahan dalam produksi, konsumsi dan pendapatan, tidak dapat diterapkan pada
perubahan yang terjadi sebagai hasil dari pemberdayaan. Pemberdayaan melibatkan
proses yang di dilakukan oleh individu atau kelompok, yang mengarah ke
perubahan dalam tingkat kontrol yang mereka miliki atas aset tertentu, ditambah
perubahan dalam hubungan mereka dengan orang lain (Bartlett, dalam Handoko
2001) .
Proses pemberdayaan berarti transisi dari keadaan ketidakberdayaan ke
keadaan kontrol lebih besar atas kehidupan, nasib, dan lingkungan seseorang.
Proses ini bertujuan untuk mengubah tiga dimensi dari kondisi sosial, yaitu
untuk membawa perubahan dalam: perasaan dan kapasitas masyarakat, kehidupan
kolektif yang mereka milik, dan praktek profesional yang terlibat dalam situasi
tersebut (Sadan, dalam Handoko, 2001) .
Empowerment memerlukan individu bertanggungjawab dalam menyiapkan
keseluruhan tugas. Pekerja bertanggungjawab sepenuhnya dan accountable kepada
tugasan atau kuasa yang telah diserahkan kepadanya. Dalam perkataan lain,
empowerment menjurus kepada perluasan bidang kerja terutama dari sudut interaksi
dan kebergantungan dengan pihak lain dalam organisasi (Besterfield, D.H et al.
2003:96).
B.
Definisi Stres
Secara umum stres dapat diartikan sebagai tekanan psikologis yang dapat
menimbulkan penyakit baik fisik maupun penyakit jiwa. Secara lebih tegas Manuaba
(1998) memberikan definisi sebagai berikut: Stressadalah segala rangsangan atau
aksi dari tubuh manusia baik yang berasal daru luar maupun dari dalam tubuh itu
sendiri yang dapat menimbulkan bermacam-macam dampak yang merugikan mulai dari
menurunnya kesehatan sampai kepada dideritanya suatu penyakit. Dalam kaitannya
dengan pekerjaan, semua dampak dari stress tersebut akan menjurus kepada
menurunnya performansi, efisiensi dan produktifitas kerja yang bersangkutan.
Dari uraian tersebut dapat ditegaskan bahwa stress secara umum merupakan
tekanan psikologis yang dapat menyebabkan berbagai bentuk penyakit baik
penyakit secara fisik maupun mental (kejiwaan). Dan secara konsep stress dapat
didefinisikan menurut variabel kajian:
a.
Stress sebagai
stimulus. Stress sebagai variable bebas (independent variable) menitik beratkan
pada lingkungan sekitarnya sebagai stressor. Sebagai contoh: petugas air
traffics control merasa lingkungan pekerjaannya penuh resiko tinggi, sehingga
mereka sering mengalami stress akibat lingkungan pekerjaannya tersebut.
b.
Stress sebagai
respon. Stress sebagai variable tergantung (dependent variabel) memfokuskan
pada reaksi tubuh terhadap stressor. Sebagai contoh: seseorang mengalami stress
apabila akan menjalani ujian berat. Respon tubuh (strain) yang dialami dapat
berupa respon psikologis (prilaku, pola pikir, emosi, dan perasaan stress itu
sendiri) dan respon fisiologis (jantung berdebar, perut mulas-mulas, badan
berkeringat dll)
c.
Stress sebagai
interaksi antara individu dan lingkungannya. Stress disini merupakan suatu
proses penghubung antara stressor dan strain dengan reaksi stress yang berbeda
pada stressor yang sama.
C. Faktor Penyebab Terjadinya Stres
Untuk dapat mengetahui secara
pasti, faktor apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya stress sangatlah
sulit, oleh karena sangat tergantung dengan sifat dan kepribadian seseorang.
Suatu keadaan yang dapat menimbulkan stress pada seseorang tetapi belum tentu
akan menimbulkan hal yang sama terhadap orang lain. Menurut Patton (1998) bahwa
perbedaan reaksi antara individu tersebut sering disebabkan faktor psikologis
dan sosial yang dapat merubah dampak stressor bagi individu. Faktor-faktor
tersebut antara lain:
1.
Kondisi individu
seperti umur, jenis kelamin, temperamental, genetic, intelegensia, pendidikan,
kebudayaan dll.
2.
Ciri kepribadian
seperti introvert atau ekstrover, tingkat emosional, kepasrahan, kepercayaan
diri dll.
3.
Sosial-kognitif
seperti dukungan sosial, hubungan social dengan lingkungan sekitarnya
4.
Strategi untuk
menghadapi setiap stress yang muncul.
Kaitannya dengan tugas-tugas dan
pekerjaan di tempat kerja, faktor yang menjadi penyebab stress kemungkinan
besar lebih spesifik. Clark (1995) dan Wantoro (1999) mengelompokkan penyebab
stress (stressor) di tempat kerja menjadi tiga kategori yaitu stressor fisik,
psikofisik dan psikologis. Selanjutnya Cartwright et. Al (1995) mencoba
memilah-milah penyebab stress akibat kerja menjadi 6 kelompok yaitu:
Faktor intrinsik pekerjaan, sangat potensial
menjadi penyebab terjadinya stress dan dapat mengakibatkan keadaan yang buruk
pada mental. Faktor tersebut meliputi:
a.
Keadaan fisik
lingkungan kerja yang tidak nyaman (bising, berdebu, bau, suhu panas dan lembab
dll)
b.
Stasiun kerja yang
tidak ergonomis
c.
Kerja shift atau jam
kerja yang panjang
d.
Perjalanan ke dan
dari tempat kerja yang semakin macet,
e.
Pekerjaan beresiko
tinggi dan berbahaya
f.
Pemakaian tekhnologi
baru
g.
Beban kerja berlebih
h.
Adaptasi pada jenis
pekerjaan baru dll
i.
Faktor peran individu
dalam organisasi kerja. Beban tugas yang bersifat mental dan tanggung jawab
dari suatu pekerjaan lebih memberikan stress yang tinggi dibandingkan dengan
beban kerja fisik. Dalam suatu penelitian tentang stress akibat kerja menemukan
bahwa karyawan yang mempunyai beban psikologis lebih tinggi dan ditambah dengan
keterbatasan wewenang untuk mengambil keputusan mempunyai resiko terkena
penyakit jantung koroner dan tekanan darah yang lebih tinggi serta mempunyai
kecenderungan merokok yang lebih banyak dari karyawan yang lain.
j.
Faktor hubungan
kerja. Hubungan seperti adanya kecurigaan antar pekerja, kurangnya komunikasi,
ketidak nyamanan dalam melakukan pekerjaan merupakan tanda-tanda adanya stress
akibat kerja
k.
Faktor pengembangan
karier. Menurut Wantoro (1999) faktor pengembangan karier yang dapat menjadi
pemicu stress adalah ketidak pastian pekerjaan seperti adanya reorganisasi
perusahaan dan mutasi kerja dll; promosi berlebihan atau kurang, promosi yang
terlalu cepat atau tidak sesuai dengan kemampuan individu akan menyebabkan
stress bagi yang bersangkutan atau sebaliknya bahwa seseorang merasa tidak
pernah dipromosikan sesuai dengan kemampuannya juga menjadi penyebab stress.
l.
Faktor struktur
organisasi dan suasana kerja. Penyebab stress yang berhubungan dengan struktur
organisasi dan suasana kerja biasanya berawal dari budaya organisasi dan model
manajemen yang dipergunakan. Beberapa faktor penyebabnya adalah, kurangnya
pendekatan partisipatoris, konsultasi yang tidak efektif, kurangnya komunikasi
dan kebijaksanaan kantor, selain itu pemilihan dan penempatan karyawan pada
posisi yang tidak tepat juga dapat menyebabkan stress
m.
Faktor di luar
pekerjaan. Faktor kepribadian seseorang (ekstrover atau introvert) sangat
berpengaruh terhadap stressor yang diterima. Konflik yang diterima oleh dua
orang dapat mengakibatkan reaksi yang berbeda satu sama lain. Perselisihan
antar anggota keluarga, lingkungan tetangga dan komunitas juga merupakan faktor
penyebab timbulnya stress yang kemungkinan besar masih akan terbawa dalam
lingkungan kerja.
1.
Pencegahan dan
Pengendalian Stres Akibat Kerja
Sauter, et a.l (1990) dikutip dari Nasional Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) memberikan
rekomendasi tentang bagaimana cara untuk mengurangi atau meminimalisasi stress
akibat kerja sebagai berikut:
1.
Beban kerja baik
fisik maupun mental harus disesuaikan dengan kemampuan atau kapasitas kerja
pekerja yang bersangkutan dengan menghindarkan adanya beban berlebih maupun
beban yang terlalu ringan.
2.
Jam kerja harus
disesuaikan baik terhadap tuntutan tugas maupun tanggung jawab di luar
pekerjaan.
3.
Setiap pekerja harus
diberikan kesempatan untuk mengembangkan karier, mendapatkan promosi dan
pengembangan kemampuan keahlian.
4.
Membantu lingkungan
sosial yang sehat, hubungan antara tenaga kerja yang satu dengan yang lain,
tenaga kerja-supervisor yang baik dan sehat dalam organisasi akan membuat
situasi yang nyaman.
5.
Tugas-tugas pekerjaan
harus didesain untuk dapat menyediakan stimulasi dan kesempatan agar pekerja
dapat menggunakan keterampilannya. Rotasi tugas dapat dilakukan untuk
meningkatkan karier dan pengembangan usaha.
DAFTAR PUSTAKA
Handoko, T. H.
(2001), Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. BPFE, Yogjakarta.
Hasibuan. M.
(2001), Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara Jakarta, Jakarta.
Husein Umar,
2000, Business: An Introduction, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Robbins.
(2006). Organizational Behaviour. Tenth Edition. Edisi Bahasa Indonesia. PT.
Indeks Kelompok Gramedia, Jakarta.
Suyanto,
M. (2007) Strategic Management Global Most Admired Companies. Yogyakarta:
Andi Offset
Tidak ada komentar:
Posting Komentar